Sabtu, 25 April 2015

"Arthur Schopenhauer"

Komentar Kehidupan Arthur Schopenhauer


Tanggapan terhadap pemikiran Schopenhauer akan berkisar pada dua hal : diagnose medis terhadap zaman dan manusianya sendiri. Diagnose terhadap manusianya bisa dimulai dari pengakuan Schopenhauer, bahwa kebahagian manusia tergantung pada keberadaannya, dan bukanlah pada lingkungan luarnya. Pesimisme adalah tuduhan yang dilancarkan oleh orang yang pesimis. Dari keadaan jasmani yang sakit dan jiwa yang neurotic, dan kehidupan waktu senggang yang kosong dan suasana hati yang muram, muncullah fisiologi filsafat Schopenhauer.
Nirwana adalah cita-cita dari seorang manusia yang tampah gairah, yang memulai hidupnya dengan menginginkan terlampau banyak hal, dengan mengejar satu skala dalam satu nafsu. Dan kemudian, setelah nafsunya hilang, menghabiskan sisa hidupnya dalam kebosanan yang tampah gairah dan lekas marah. Kalau intelek muncul sebagai pelayan kehendak, maka sangat mungkin bahwa hasil dari intelek tersebut (yakni, filsafat Schopenhauer) adalah tirai dan apologi dari kehendak yang sakit dan lamban. Dan tidak diragukan lagi bahwa pengalaman awalnya dengan perempuan dan laki-laki mengembangkan satwa sangka dan sensfitas yang abnormal, sebagaimana Stendhal, Flaubert, dan Nietzsche. Ia menjadi sinis dan soliter. Ia menulis : “seorang sahabat yang hadir hanya jika perlu sesuatu, sessungguhnya bukanlah seorang sahabat; ia hanyalah seorang tukang pinjam” dan, “janganlah bercerita kepada teman sesuatu yang akan kau sembunyikan dari musuh.”
Tentu saja ada unsure egotism dalam pesimisme : dunia tidak cukup baik buat kita, dan lalu kita menutup mata, hidung, dan telinga kita dengan berfilsafat. Akan tetapi hal itu bertentangan dengan kenyataan sesungguhnya. Seperti yang diungkapkan oleh Spinoza, “segala puja dan puji dan caci maki moral kita tidak relevan diterapkan pada cosmos (dunia) sebagai suatu keseluruhan.”
Salah satu sebab dari pesimisme, baik pada Schopenhauer maupun pada zamannya, terletak pada sikap-sikap dan pengharapan-perngharapannya. Pemujaan dan pembebasan yang romantic untuk perasaan, naluri dan kehendak, serta caci maki romantic pada intelek, pembatasan, keteraturan, justru membalik menghukum mereka.
Orang sehat tidak menuntut kebahagiaan yang sama banyaknya dengan kesempatan untuk menggunakan kemampuan-kemampuannya; dan kalau ia harus membayar hukuman untuk kebebasan dan kekuatannya, ia akan membayar dengan senang hati; hukuman itu tidak terlampau mahal bagi dirinya.
Apakah kesenangan merupakan hal yang negative? Hanya jiwa yang terluka, yang menarik diri dari perhubungan dengan dunia, yang menghujat kehidupan. Apakah kesenangan kita merupakan perbuatan yang tidak selaras dengan naluri-naluri kita? dan apakah dengan menarik diri kita mendapat kesenangan lain yang tidak negative? Kesenangan dari menarik diri atau melarikan diri, dari kepatuhan dan keamanan, dari kesendirian dan ketenangan, adalah sesuatu yang negative, karena naluri-naluri yang memaksa kita untuk berbuat demikian adalah negative. Padahal, kehidupan itu sendiri adalah sesuatu kekuatan yang positive, dan setiap fungsi dari bagian-bagian kehidupan yang menjanjikan kesenangan yang tak terkira.

PowerPoint Ajaran Filsafat Arthur Schopenhauer :
https://drive.google.com/open?id=0B8V2aUTQwnLZcWhMYlpVV1phR2c&authuser=0


Sabtu, 11 April 2015

"Aku berpikir maka aku ada" Rene Descartes

"Aku berpikir maka aku ada"

Ungkapan ini berasal dari Rene Descartes, seorang filsuf dan matematikawan prancis. Sejenak diperhatikan, ungkapan ini tidak memiliki arti yang cukup mendalam. Namun dari segi filosofis, Descartes mengungkapkan ini setelah memperoleh kebenaran dengan cara meragukan sesuatu pada mulanya. Sesorang tidak akan mencapai derajat kebenaran tanpa melewati sebuah keadaan ragu terhadap sesuatu. Tidak ada yang pasti menurut Descartes, segalanya harus diragukan. Kenyataan ini menuntut pembuktian melalui pemikiran dan pembuktian, karena ragu merupakan langkah awal menuju sebuah kebenaran yang bisa dibuktikan secara empiris. Singakatnya, keraguan adalah sebuah pertanyaan dasar yang harus dijawab dan tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh sebuah kebenaran.

Berpikir adalah suatu perbedaan manusia dengan binatang. Berpikir menuntut adanya kesadaran dengan objek yang dipikirkan, begitu pula memikirkan sesuatu. Ketika kita meragukan sesuatu, hal ini menunjukan bahwa ada aktifitas berpikir butuh pembuktiaan lebih lanjut.

Dengan berpikir kita dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Disini kita dapat meyakini bahwa Tuhan tidak pernah sia-sia menciptakan keyakinan. Karena kita harus berusaha untuk menggapainya, dengan keyakinan bahwa kita pada akhirnya akan merasa yakin. Tapi, tuhan juga ingin kita memiliki keyakinan yang sebenar-benarnya. Untuk itu kita harus memiliki kenyataan dalam keraguan-keraguan.