Minggu, 21 Juni 2015

Manusia dan Kebebasan "Jean Paul Sartre"

“KEBEBASAN MANUSIA MENURUT JEAN PAUL SARTRE”

  
A.BIOGRAFI SINGKAT

Jean-Paul Sartre lahir di Paris pada tanggal 21 Juni 1905. Ayahnya perwira angkatan laut Prancis dan ibunya, Anne Marie Schweitzer, anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan dari Charles Schweitzer, seorang guru bahasa dan sastra Jerman di daerah Alsace. Ayahnya meninggal sesudah dua tahun kelahiran Jean-Paul dan ibu bersama anaknya pulang ke rumah ayahnya, Charles Schweitzer, di Meudon. Sesudah empat tahun mereka berpindah ke Paris (Bertens, 2001:81). Saat diasuh oleh kakeknya, Charles Schweitzer sangat menyayangi cucunya, dan menjaganya tetap di rumah serta memberikan pendidikan sendiri sampai berusia sepuluh tahun. Masa pengurungan ini menguntungkan Sartre karena dapat mengasah daya nalarnya melalui buku-buku studi kakeknya (Munir, 2008 :104)
Ketika berusia 17 tahun, Jean-Paul menerima gelar ‘baccalaureate’ (gelar diploma sekolah menengah yang elit) dan ia memulai studi selama 6 tahun di Sorbonne untuk mendapatkan aggregation, ujian yang akan memberinya jalan untuk memasuki karier akademis dalam bidang filsafat. Namun pada tahun 1928 ia gagal dalam aggregation dan mendapatkan peringkat paling akhir di kelasnya (Palmer, 2007:6). Tetapi setahun kemudia Sartre berhasil mendaptkan rangking pertama dalam ujian aggregation-nya, di sini jugalah dia bertemu partner seumur hidupnya, Simone de Beauvoir. Pada masa perang dunia, Sartre bergabung dengan militer Prancis (1939) sebagai seorang meteorologis dan kemudian meninggal pada tanggal 15 April 1980.

 B. AJARAN EKSISTENSIALISME

Sebagai seorang filsuf modern, Sartre memberikan dasar bagi sistem filsafat yang dibangunnya. Dasar itu adalah ‘eksistensi’. Manusia itu bereksistensi. Dasar yang diberikan Sartre untuk filsafatnya dinamakan eksistensialisme. Walaupun aliran ini sudah berkembang sejak zaman Soren Kiekergard, tetapi Sartre-lah yang memasukan nama Eksistensialisme ke dunia filsafat.
Secara umum ciri aliran eksistensialisme adalah sebagai berikut :
a.Eksistensialisme adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-konsep,
filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkret.
b.Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa
c.kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa. Masyarakat industri cenderung menundukkan orang seorang pada mesin.
d.Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.
 e.Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.Eksistensialisme menenkankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman
f. kesadaran yang dalam dan langsung. (Muntansyir:2001, 92) 

Secara garis besar eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala-galanya dengan berpangkalan pada eksistensi. Menurut asal kata eks berarti keluar dan sistensi berarti menempatkan atau berdiri. Atau bisa dikatakan juga bahwa yang dimaksud dengan eksistensi adalah cara manusia berada di dunia ini. Cara itu hanya khusus bagi manusia, jadi yang bereksistensi itu hanya manusia. (Driyarkara, 2006a:1281-1282)
  
C.KEBEBASAN MANUSIA MENURUT SARTRE 

Manusia adalah kebebasan, kata Sartre. Dengan mengatakan ini Sartre ingin memberikan sebuah penjelasan kepada manusia bahwa dirinya adalah kebebasan itu sendiri. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa manusia dapat didefinisikan sebagai kebebasan. Dengan mengatakan itu semua Sartre memberikan corak humanisme dalam pemikirannnya. Kebebasan bagi Sartre berarti menentukan sebuah pilihan dari sekian banyak pilihan yang lain. Manusia pada dasarnya bebas untuk mengadakan suatu pilihan atas jalan hidupnya sendiri tanpa harus didikte oleh orang lain.
Namun, kebebasan bukan berarti ”lepas sama sekali” dari kewajiban dan beban. Menurut Sartre, kebebasan adalah sesuatu yang erat kaitannya dengan tanggung jawab, dan tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian Sartre sebenarnya ingin mengatakan bahwa sebenarnya kebebasan yang dimiliki oleh manusia itu juga menuntut adanya suatu tanggungjawab. Tanggungjawab melekat pada kebebasan yang dimiliki oleh manusia.
Ia menggagas kebebasan untuk menegaskan idealismenya bahwa manusia adalah makhluk di mana eksistensi mendahului esensi, artinya manusia itu berada dulu baru ada. Konsep ini mengandaikan bahwa manusia itu pada awalnya adalah kosong dan tidak memiliki apa-apa. Tetapi kekosongan itu kemudian diisi oleh karena kebebasannya untuk memilih. Untuk lebih jelas dalam menggambarkan hal itu dalam buku Filsafat Barat Kontemporer K. Bertens menggambarkannya dengan sebuah gelas. Gelas yang biasanya kita gunakan sebagai alat atau benda untuk minum mempunyai ciri-ciri tertentu. Si tukang yang membuat gelas itu sebelumnya sudah tahu apa yang akan ia buat. Gambaran itu ingin menunjukkan tentang esensi dari benda itu.
Kebebasan manusia tampak dalam kecemasan. Kecemasan menyatakan kebebasan, seperti halnya rasa muak. Dengan kecemasan ini dimaksudkan bahwa manusia ketika mengatakan “tidak” atau “ya” itu seutuhnya bergantung pada manusia itu sendiri. Keputusan akhir ada dan ditentukan oleh manusia itu sendiri dan bukan ditentukan oleh orang lain, atau sesuatu yang lain di luar dirinya. Dengan kata lain keberadaannya (eksistensinya) bergantung pada dirinya sendiri. Keputusan untuk mengatakan “tidak” atau “ya” ini dapat ditentukan oleh manusia karena pada kenyataannya manusia dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya bila ia dihadapkan pada suatu pilihan. Dalam hal ini Sartre memberikan sebuah contoh yaitu ketika manusia dihadapkan pada suatu jurang. Manusia dapat menentukan pilihan dan keputusan bagi dirinya sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Manusia berhak memilih untuk tetap hidup, bila ia melangkah mundur dan menjauhi jurang atau mati bila ia mengambil keputusan untuk terjun ke jurang tersebut. Dengan ini mau dikatakan bahwa keputusan yang akan diambil oleh manusia seluruhnya hanya bergantung pada dirinya sendiri.
Ada juga kecemasan yang menyangkut masa lampau. Sartre memberi contoh sebagai berikut. Seorang pemain judi telah mengambil keputusan tidak akan bermain judi lagi tetapi keesokan hari ia berada lagi di tempat perjudian. Ia teringat akan keputusan pada hari sebelumnya dan mulai menyadari bahwa “ketiadaan” memisahkan dia dari masa lampaunya. Pada saat ini manusia harus memutuskan sebuah keputusan dengan seolah-olah ia tidak pernah mempunyai sebuah keputusan sebelumnya. Kecemasan muncul karena manusia merasa bahwa keputusan yang telah diambilnya itu ternyata tidak efektif bagi dirinya. Lebih lanjut ia merasakan kecemasan karena jangan-jangan keputusan yang akan diambilnya untuk selanjutnya tidak mempunyai dasar yang kokoh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar